27.8.09

Kemana Jum'at Yang Agung Itu...?

Melewati relung-relung waktu. Mengandaikan saya berada dalam suasana bersama Rosululloh Muhammad SAW, dimana khutbah setiap jum’atnya dilingkupi suasana hati pikir yang senantiasa berdzikir akan keberadaan diri dan penciptanya. Ketika semangat berjuang melawan penindasan sesama, perbudakan sesama, kekerasan dalam rumah tangga, penistaan terhadap perempuan, penonjolan adiluhung clan dan ras, pemiskinan kesejahteraan hidup, kecanggihan orasi tata bahasa untuk merendahkan lainya dst,
diangkat dalam tema khutbah untuk dilaporkan dan dipersaksikan dihadapan Sang Kholiq, disaksikan juga segenap komponen alam, air, api,
udara, tanah tetumbuhan hewan beserta mahluq lainya termasuk para ruh dan penghulu ruh diwilayah itu, sehingga satu demi satu jama’ah jum’at tergetar jantungnya, menggigil raganya, tersayat hatinya, sehingga satu demi satu pula tersaksikan siapa-siapa yang sedang kelaparan diujung kampung sana, sehingga ketahuan siapa yang sedang teraniaya oleh tetangganya, bahkan ketahuan siapa-siapa yang sedang pelan-pelan berencana keluar dari barisan, shof, untuk menelikung gerakan ajakan kembali kepada Tuhan. Maka tidak heran sehabis jum’atan banyak diantara jama’ah yang ber-baiy’at kembali dihadapan Rosululloh, bersumpahmeneguhkan segenap jiwa raganya untuk lebih masuk lagi kedalam Yang Tuhan. Mengakui kebenaran-kebenaran tanda-tanda keberadaan, kekuaaan dan kebesaranNYA dan mengakui Muhammad pembawa risalahNYA.

Subtansi khutbah sangat relevan dengan setiap diri yang hadir, bahasa yang bernas santun dan lugas sangat menyentuh bahkan menyusup ke lubang pori-pori dan masuk mengaliri darah menelusup relung-relung jantung-hati memompakan oksigen pencerahan akan kehidupan yang penuh dengan harapan. Penyelesaian masalah-masalah internal maupun diluar ke-jama’ah –an dengan solusi-solusi yang segera dituntaskan seketika itu.

Tak mengherankan bila seorang Obama dalam pidatonya memuji-muji masyarakat Islam tentu karena dia faham bagaimana progres kemajuan dan kejayaan yang dicapai dunia Islam kala itu. Karena aturan main kehidupan ditata direncanakan dan dikembalikan kepada sunatulloh dengan disiplin. Sehingga muncul dan tumbuh para ulama science yang bukan tidak tahu kaidah fiqh-syari’ah. Sehingga lahir pemimpin-pemimpin yang ‘fasih’ bukan sekedar hafal ayat-ayat al-kitab.

Begitu dinamisnya suasana sehat pergaulan antar kelompok yang dirancang dan dibumikan Umar bin Khatab karena terdorong, termotivasi generasi sepuh seorang Abu Bakar Ash-Shidiq sebagai motivator. Tumbuhnya lembaga-lembaga perekonomian, madrasah-madrasah untuk menata kesejahteraan masyarakatnya dipandu seorang fasilitator dermawan Utsman bin Affan yang kemudian disempurnakan dengan data-base dan catatan-catatan progress kemajuan capaian keilmuan oleh Ali bin Abi Thalib. Sungguh satu-kesatuan potensi semua itu adalah diri Rosululloh itu sendiri sebagai Imam-khatib yang sangat fasih mengatarkan do’a dengan kesanggupan ‘menuntut, menggugat’ janji-janji Sang Khaliq untuk menyelesaikan persoalan-persoalan kehidupan, keselamatan, perlindungan-perlindungan, kesejahteraan. Sehingga menjadi sangat merugi bila sampai meninggalkan tiga kali shalat jum’at bersama Rosululloh, karena tentu akan tertinggal jauh tanpa progress tujuan hidup yang jelas dan dianggap keluar barisan, shof, untuk kemudian sangat mudah ‘disergap serigala’.

Hari-hari ini, mimpi indah itu sirna tiap kali sehabis perenungan setiap malamnya untuk siap-siap bergembira esok harinya. Hari raya jum’at yang agung. Serasa berat kaki ini melangkah shalat jum’at dengan bayangan-bayangan digelayuti ceramah-ceramah propagandis, provokais bahkan, yang disusun di jadwal di schedulling para takmir masjid dengan bergiliran dari kahtib satu ke khatib yang lain. Khatib ‘comotan’ yang tentu tidak ‘fasih-lingkungan’ dan sering hanya mengandalkan manuver orasi dengan out-put yang menjengkelkan !

Sayup-sayup kadang hati ini sedikit terhibur kembali bila mendengarkan ibu-ibu ujung desa sebelah melantunkan salam-shalawat kepada kekasihku, meski pernah sesekali didatangi mereka untuk minta ‘advis’ tentang kejadian ibu-ibu berantem ditengah-tengah majelis taklim gara-gara muncul dering suara hand-phone seorang anggotanya melantunkan Back-Ring-Tone lagu yang menyinggung perasaan seorang ibu lainya karena anak gadisnya yang masih belum laku-laku. Dan terus masalah-masalah sepele itu berantai dilanjutkan ‘perang padudon’ pertengkaran suami-istri kawan sekampung gara-gara ‘celluler’ istrinya juga mengalunkan nada bait-bait sindiran sangkaan perselingkuhan yang digambarkan dalam lagu Back Ring Tone-nya itu.

Sungguh do’a khatib jum’at itu menambah daftar kejengkelan dengan mendo’akan agar para pemimpin negeri ini amanah disaat keluarga sebelah masjid sedang berantakan. Astaghfirulloh hal’adzim…